
Pukul 10.00 WIB. Kami tiba dikediamanku. Disini teman-temanku disambut hangat oleh adik dan mamaku. Terlihat wajah kami, terutama raut muka kami, lesu dan lelah. 4 cangkir teh hangat disugukan untuk lebih menghangatkan suasana dan menghilangkan garis-garis kelelahan yang tergores di wajah kami masing-masing.
Malam ini tak kami lewatkan dengan hanya terlelap di tempat tidur. Namun kami gunakan untuk mengobrol. Terutama sebuah tekat yang akan kami bangun bersama. Setelah selang waktu berlalu dan mereka juga telah melihat isi dari toko, kami ganti topik pembicaraan. Sebuah cerita yang masih hangat, tak lain adalah seputar pemilu. Mulai dari partai Demokrat yang merajai suara di berbagai wilayah, PKS yang mulai surut di wilayah jabar, PKB yang tak memiliki suara lagi di jatim dan Gerindra yang mulai turun saat perhelatan yang mana jelas telah berlangsung. Hingga hari telah berganti.
Pagi ini, aku bangun terlambat. Aku dikalahkan oleh sang mentari yang mana telah menunjukkan wajahnya sedari pagi. Kulihat salah satu temanku datang dari luar rumah. Ternyata mereka baru saja berjalan-jalan mengelilingi lingkungan rumahku.
Menilik sebentar sebuah rangkain kata yang tersirat di otakku.
"Lha.... mereka neh kayak lagi berkunjung ke rumah orang yang tinggal di desa pedalaman aja. Kok pake jalan-jalan pagi. Emang mau menghirup udara pagi yang segar? atau melihat-lihat orang yang berjalan dengan segera karena mau ke sawah? Ya ga' bakal ada. Disini neh, sama aja seperti kota Malang. Banyak rumah dan kantor dan industri. Sawah-sawah

Sang penguasa siang mulai sedikit menengadah keatas. Aku ajak mereka ke tempat yang paling bisa dibanggakan oleh orang Kepanjen. Sebuah stadion terbesar kedua di Indonesia. Stadion Kanjuruhan. Kami habiskan waktu disini dengan menyimpan memori perjalanan ini dalam sebuah frame.
Weekend yang cukup tak biasa dari weekend yang biasa kulalui.